What my heart wants to say...

Tuhan, kematian ada di depan pintu rumahku...
Dan aku tengah asyik menonton televisi di ruang tamu...
Belum aku sadari kematian itu tengah menungguku...
Bahkan sewaktu-waktu akan mengetuk pintu rumahku dan menjemputku...

Tuhan, aku takut ketika kematian telah hadir di hadapanku, aku terlena akan dunia...
Melupakan namaMu...
Dan kemudian tenggelam dalam semunya hal yang kasat mata...
Padahal semua yang kasat mata itu fana...
[ Read More ]

Malam ini "si suntuk" datang merasuki saya lagi. Akhir-akhir ini saya sering merasa bosan di kamar. Sebenarnya banyak hal yang harus saya kerjakan. Salah satunya adalah tugas Practical Project yang terus "menghantui" saya sepekan ini. Hampir tiap detik saya selalu memikirkannya. Ingin rasanya kabur dari Practical Project, namun saya sudah terlanjur "hanyut" di dalamnya. Saya bisa saja mengajukan izin tanggal 24 Maret nanti dengan alasan seminar yang dimulai pukul 08.00 dan berakhir pukul 17.00. Berarti saya izin sejak tanggal 23 Maret sampai 25 Maret, dan hal tersebut bermakna saya tidak mempresentasikan progress terakhir proyek saya pada tanggal 25 Maret nanti. Namun saya merasa hal tersebut menunjukkan bahwa saya tidak bertanggung jawab. Lari dari masalah. Dan saya tidak mau dianggap pengecut karena masalah itu. Tuhan, rasanya aku hampir stress!!!

Kemudian ditengah kesuntukan ini, saya ingat Facebook. Setidaknya saya dapat menuliskan sedikit kalimat sebagai hasil dari rasa suntuk ini. Ada yang baru update status. Dan ada nama Galih Satriaji di halaman depan, beberapa menit yang lalu meng-update statusnya. Ah, kawan lama. Jarang bertegur sapa. Saya masih ingat bagaimana saya mengagumi puisi-puisi dan semua tulisan yang telah dibuatnya. Saya belajar menulis dengan kata "saya" sebagai kata ganti orang pertama, ya itupun karena saya suka tulisan-tulisan di blognya. Fotografer yang baik, penulis yang cerdas sekaligus programmer yang ulet, menurut saya. 

Sedikit berkata dalam hati, "lagi-lagi kamu...". Tak lama kemudian saya tersenyum dalam keseorangan di tengah malam. Dan saya kembali memikirkan proyek yang menunggu untuk segera diselesaikan.

[ Read More ]

Postingan kali ini benar-benar dibuat dengan sengaja karena melihat banyaknya komentar-komentar bernada "miring" yang saya lihat di Facebook mengenai kampus saya. Herannya, mereka masih saja memperdebatkan masalah, yang menurut saya, tidak pernah saya perdebatkan selama sembilan tahun berada disini, di kampus ini. Jika ditanya apakah saya marah, saya tidak marah. Sama sekali tidak marah. Hanya saja saya berfikir, apakah mereka atau anda-anda semua yang memfitnah kampus saya itu tidak lelah dengan segala macam argumen-argumen yang tidak ada buktinya??? Mengapa saya katakan "memfitnah"? Karena semua yang anda atau mereka katakan tidak benar. Apakah mereka atau anda pernah tinggal di Al-Zaytun selama sembilan tahun???

Saya telah membaca dan memikirkan semua komentar-komentar bernada jelek mengenai kampus saya. Dalam kata lain, kampus saya "diberi stempel" sesat oleh sekelompok orang. Dari mana dikatakan sesat? Selama dalam kampus ini, tidak pernah saya tidak disuruh untuk tidak sholat wajib. Selama dalam kampus ini, tidak pernah saya tidak disuruh untuk tidak berpuasa wajib. Selama dalam kampus ini, saya bebas melakukan amalan-amalan sunnah. Selama dalam kampus ini, kami masih menyembah Allah Ta'alaa. Lantas dari mana dikatakan sesat? Apakah mereka atau anda pernah tinggal di Al-Zaytun selama sembilan tahun???

Sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain
Berdasar dari hadits diatas, apakah mereka atau anda-anda semua sudah bermanfaat bagi orang lain? Tolong, jangan memfitnah. Tapi lebih baik jika mereka atau anda-anda memberika solusi, kritik atau saran agar kampus saya jadi lebih baik. Komentar mereka atau anda-anda semua yang bernada "nyeleneh" tersebut sangat tidak bermanfaat bagi orang lain. Apakah kalian ingin memecah belah umat Islam? Saya heran terhadap anda-anda atau mereka yang "amat sangat tidak menyukai" kampus saya. Kita semua sebagai umat Islam baiknya menjaga ukhuwah islamiyah. Bahkan Rasulullah pun selalu mengingatkan kita semua dalam hadits beliau untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam dimanapun berada. Lantas apakah mereka atau anda-anda semua sudah menjalankan amanah dari Kanjeng Nabi tersebut??? Apakah mereka atau anda pernah tinggal di Al-Zaytun selama sembilan tahun???

Kami semua, baik itu yang berada dalam lingkungan kampus atau yang tidak, baik itu yang pernah memiliki hubungan dengan kampus ataupun yang tidak pernah, merasa lelah dan bosan dengan komentar-komentar mereka atau anda-anda sekalian. Komentarnya itu-itu saja. Mereka atau anda-anda semua tidak pernah tinggal selama sembilan tahun di Al-Zaytun. Terkesan jika mereka atau anda-anda semua tidak mengetahui apa yang kalian tidak ketahui.

Apakah mereka atau anda pernah tinggal di Al-Zaytun selama sembilan tahun???

[ Read More ]

Kamu kapan meninggalnya?
Seketika kami, mahasiswa satu kelas, tertawa mendengar pertanyaan sang dosen kepada salah satu teman kami. Pertanyaan sepele dan penuh candaan. Namun saya rasa tidak sembarang pertanyaan. Lama-lama saya fikir kembali pertanyaan dosen saya yang baru saja diucapkan. Benar juga ternyata. Pertanyaan yang tidak memiliki jawaban yang pasti.

Seketika saya terfikir, sudah siapkah saya menghadapi hari sebelum kematian, saat datang kematian, dan masa setelah kematian???



Ketika kematian menjadi akhir kehidupan di dunia...
Tak seorangpun dapat mengira...
Bahkan angin pun diam, tak mampu menerka...
Hanya Tuhan yang tahu semuanya...
Bahkan ketika malaikat Izrail datang di hadapan kita dengan wajah yang tak dapat kita duga...
Sudah siapkah saya???
[ Read More ]

Mungkin aku terlalu sering patah hati...
Dan ini bukan pengalaman patah hati pertamaku...
Namun sakit karena perasaan seperti ini baru kurasakan pertama kali...

Selama ini ku anggap kau tak akan berpaling dariku...
Salahku, aku merasa paling kau cinta...
Padahal ketidaksempurnaan dapat membuatmu merasa berguna...
Merasa sangat dibutuhkan olehnya...

Rasanya ingin kutulis banyak tentang perasaanku selama ini...
Tak cukup sebatang pena dan selembar kertas...
Tak cukup hati saja yang simpan...
Aku harus menata hatiku karena perasaan ini...
Bukan aku tak mencintaimu...
Aku sangat mencintaimu...
Namun aku hanya ingin kau bahagia...
Tak usah kau pikirkan tentang aku...
Aku disini baik-baik saja...
Aku tak berharap kau juga mencintaiku...
Cintaku kepadamu, cukup Tuhan saja yang tahu...

Aku iri pada Fadhil yang merelakan seseorang yang ia cinta hanya karena Allah semata...
Kerinduanku hanya sebatas nafsu...
Namun patah hati ini rasanya sampai ke ubun-ubun...

Dan terimakasih karena kau beriku kebebasan untuk memilih...
Namun jangan kau undang aku di hari persandinganmu...
Mungkin aku lah satu-sautnya yang pasti akan menatapmu penuh bahagia...
Namun sekaligus tangis penuh luka...
[ Read More ]

Sore ini, saya baru bangun tidur. Mencuci muka dan kembali ke depan laptop, sekedar mendengarkan lagu dan mengecek pesan-pesan yang masuk ke dalam e-mail. Karena merasa lapar, saya membuka permen cokelat sebagai cemilan. Tak lama kemudian seorang kawan saya terbangun karena suara musik dari laptop saya yang (mungkin) besar. Ketika saya melihat wajahnya, saya tiba-tiba berfikir bahwa kami berbeda. Baik itu berbeda suku, wajah, sifat, maupun kebiasaan sehari-hari.

Ingatan saya kembali ke masa lalu. Masa dimana saya masih baru lulus Sekolah Dasar (SD), tidak mengikuti acara "jalan-jalan" dengan kawan-kawan SD saya karena saya harus mengikuti ujian masuk pesantren. Sedih rasanya tidak menghadiri acara terakhir saya dengan teman-teman SD. Karena mungkin saja setelah tamat SD, kami semua tidak akan bertemu lagi. Entah itu karena tujuan hidup masing-masing berbeda, atau memang telah menyelesaikan "skenario" yang dibuat Sang Pencipta.

Saya "terdampar" di sebuah pesantren yang, menurut saya, bukan pesantren. Areanya yang terlalu luas untuk ukuran pesantren membuat saya tidak menganggap itu sebagai pesantren biasa. Entah apa namanya. Di pesantren itu pula saya bertemu dengan orang-orang dari berbagai kota, provinsi, pulau, bahkan berbagai negeri. Tak hanya orang Indonesia saja yang tinggal dalam komplek pesantren itu. Namun banyak juga orang-orang dari negara tetangga yang bersekolah di pesantren itu. Rasanya hampir tak percaya. Bertemu dengan orang-orang yang jumlahnya ribuan, dengan karakter yang berbeda-beda, logat yang berbeda-beda, dan sifat yang berbeda-beda pula.

Mungkin sifat orang-orang dari suku Jawa berbeda dengan sifat orang-orang dari suku Batak. Si A sifatnya keras dan agak kasar, namun sebenarnya orangnya baik dan penyayang. Si B sifatnya halus dan ramah, namun dibalik halus sifat dan tata kramanya itu dia mudah tersinggung. Si C nada bicara tinggi seperti orang marah-marah, namun sebenarnya candaan dia seperti itu. Dan bermacam-macam sifat yang dimiliki orang lain. Di awal mungkin sulit menyesuaikan diri dengan karakter manusia yang berbeda-beda. Namun lambat laun setiap orang harus bisa memaklumi perbedaan yang telah terbentuk.

Selama hampir sembilan tahun saya bersekolah di pesantren itu. Bukan "bersekolah", namun kata "dididik" saya rasa lebih tepat. Sejak tamat SD sampai menempuh perguruan tinggi, yaitu perkuliahan. Tak terasa hampir sembilan tahun terlewati, namun kenangan di hari pertama masih saja seperti hari kemarin. Pendidikan di pesantren itu sampai sekarang masih melekat. Tak hanya menjadi semboyan pesantren, bahkan menjadi suatu hal yang dapat saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pusat Pengembangan Budaya Toleransi Serta Pengembangan Budaya Perdamaian
Bermula dari semboyan diatas, saya akhirnya menyadari betapa berharganya perbedaan tersebut. Banyak hal yang dapat kita ambil hikmahnya dari suatu perbedaan.  Memang perbedaan menjadikan sekelompok masyarakat berselisih dengan kelompok masyarakat yang lain. Hal tersebut terjadi jika masing-masing sibuk mencari-cari perbedaan dan alasan perselisihan tersebut. Saya rasa, setiap orang baiknya memikirkan jalan keluar dari suatu masalah dengan cara baik-baik dan menguntungkan pihak-pihak yang berselisih. Mencari-cari dan mempublikasikan kekurangan orang lain akan membuat kita semakin bodoh karena orang lain akan mengganggap kita tidak mengetahui apa yang tidak kita ketahui. 

Maka dari itu, belajar menghargai perbedaan tidak ada salahnya. Berawal dari menghargai perbedaan, lama-lama perbedaan suatu hal yang dapat kita syukuri. Perbedaan menjadikan satu sama lain saling melengkapi. Mungkin perbedaan akan menjadi pembatas. Namun jika pihak-pihak yang berselisih mau merenung, banyak hal yang menguntungkan dari sebuah perbedaan.
[ Read More ]

Hari ini, tiga hari setelah kematian seorang kawan saya, rasanya hadirnya masih terasa disini. Di dalam ruang kelasnya, dia area kampus. Masih saya ingat bagaimana saya sering bertatap muka dengannya meski hanya berkata "hai" dan kemudian berlalu, sibuk dengan tujuan kami masing-masing. Rasanya masih saja sulit dipercaya. Kawan saya tersebut selisih satu tahun dari saya. Junior. Dan dia telah "dijemput" lebih dulu. Dik, apa yang kau lakukan disana sekarang?

Saya rasa, Allah selalu memberi kejutan. Tak hanya kejutan yang berakhir bahagia, namun juga kejutan yang berakhir duka. Semua itu tergantung kepada makhlukNya yang menjalankan "skenario"Nya. Adik kelas saya sudah mendahului saya. Entah apa saja yang telah ia persiapkan untuk menunggu "jemputannya" ke alam yang lebih kekal.

Ya Rabbii, seketika saya termenung memikirkan diri saya sendiri. Takut akan azabMu, akan siksaMu. Dosa yang telah terbentuk dan terukir selama ini seolah tak mampu menandingi ibadah seumur hidup...

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah zalim terhadap diri kami sendiri. Dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan mengasihi kami, maka kami akan menjadi orang-orang yang merugi...
[ Read More ]